curug cigamea

Liburan dan jalan-jalan mungkin bagi sebagian besar orang adalah hal yang tidak terpisahkan, keduanya saling mengisi satu sama lain layaknya sebuah hubungan. Siapa yang tak senang jika mendapatkan hari libur, baik tanggal merah atau karena acara tertentu di kampus. Mendapatkan kesempatan emas untuk lari sejenak dari hiruk pikuk pembelajaran yang menjadi sebuah rutinitas bukan kebutuhan, maka sayang jika tidak dimanfaatkan dengan baik.

Pada tanggal 28 November 2018, bertepatan pada hari Rabu dan hari wisuda kaka tingkat. Sehingga membuat Kegiatan Belajar Mengajar diliburkan terlebih dahulu, kesempatan emas ini tentunya kami manfaatkan dengan sangat baik guna merehatkan sejenak tubuh dari rutinitas yang kian membelenggu jiwa yang rapuh.

Berbagai macam rencana muncul dari pemikiran kami ber-sepuluh. Berbagai macam referensi tempat wisata singkat muncul pada diskusi sore hari diwarung kopi biasa kami berkumpul. Mulai dari Sukabumi, Puncak, Curug dan Muncak. Segala macam ide bermunculan secara spontan dan seluruhnya terasa sangat menarik untuk dilaksanakan.

Urusan jalan-jalan saya rasa teman-teman mahasiswa ahlinya, merehatkan sejenak pikiran dari segala macam masalah, merefresh, serta merasakan terlahir kembali ke dunia. Andai saja pemikiran briliant kami ini muncul setiap saat, pasti kami menjadi mahasiswa idaman para dosen dan teman-teman. Namun na'as, pemikiran itu muncul ketika kami mendiskusikan sebuah tempat pelarian yang menarik hati, layaknya seorang kekasih yang selalu dinanti kehadirannya.

Fokus kami pada saat itu harus pergi ke tempat manapun, asalkan bernuansa alami. Jadi konsepnya adalah back to nature. Andaikan kata tidak jadi pergi ketempat wisata yang bernuansa alam, lebih baik menghabiskan waktu liburan dirumah dengan membaca, nonton anime, atau sekedar stalking akun sosial media sang pujaan hati.

Sudah terbayang dengan jelas soalnya, jika kami menghabiskan waktu ke daerah perkotaan, polanya tetap sama BERANGKAT-MACET-SAMPE-NGOBROL-FOTO-PULANG, sehingga tidak ada kesan berarti yang membuat segala aktivitas yang kami lakukan pada saat itu selalu terkenang dalam ingatan dan suatu saat bisa dibangkitkan kembali walau hanya mengenang momen indah tersebut.

Perdebatan pasti terjadi disetiap diskusi menentukan kemana kami akan menghabiskan waktu liburan singkat tersebut, setiap insan memiliki ego dan usulan masing-masing yang akan terus diperjuangkan layaknya memperjuangkan 'dia' walau tak terbalaskan. Hingga pada akhirnya perdebatan panjang itu berakhir dengan Curug Cigamea.

Curug Cigamea merupakan salah satu tempat wisata alam yang berada di lingkungan Gunung Salak Endah, curug ini berlokasi di Kampung Loka Purna, Desa Gunung Picung, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Dilokasi curug ini terdapat dua curug yang indah berdampingan, ketika kami sampai di curug cigamea kondisinya sepi pengunjung sehingga menambah ketenangan dan meditasi bagi diri.


foto curug cigamea

Pukul 3 Sore kami tiba di pintu masuk curug, perjalanan terasa menyenangkan meskipun melelahkan. Ketika sudah memasuki daerah bogor atau sudah dekat dengan curugnya, pemandangan yang indah sangat sukar untuk dilupakan. Udara yang masih sejuk, hiruk pikuk pedesaan, serta sawah yang tersusun dengan rapih membuat saya sangat menikmati waktu perjalanan tersebut.

Sebelum sampai tempat parkir curug, teman-teman akan melewatu sebuah gapura penjagaan dan akan dikenakan tiketing sebesar Rp 30.000 per motor pada tahun 2018 silam, entah sekarang. Sedangkan tiketing untuk masuk curugnya sebesar Rp 10.000 per orang ditambah parkir motor sebesar Rp. 5.000. Sehingga totalnya untuk masuk ke curug ini membutuhkan biaya sebesar Rp 45.000.

Dari pintu masuk Curug Cigamea, perjalanan di lanjutkan dengan berjalan kaki, kurang lebih 10 - 15 menit, tergantung kecepatan jalan teman-teman. Pemandangan yang disuguhkan selama perjalanan menuju curug-pun sudah sangat indah, apalagi curugnya. Ekspektasi saya sudah cukup besar pada Curug indah ini.

Benar saja, keindahan yang dihadirkan oleh curug ini tidak mengecewakan. Kami sangat puas untuk menghabiskan waktu kami di curug ini, mandi di bibir curug, swafoto, berdiskusi, hingga membaca buku diatas batuan besar aliran curug juga sangat menarik untuk dilakukan. Hingga pada akhirnya rasa lelah pun datang dengan sopan --yang menandakan kami untuk segera pulang.

Perjalanan pulang saya sedikit merasakan hal yang cukup aneh, sebelum kami pulang dan kembali menyapa realita. Saya menyempatkan diri untuk berjalanan mengililingi lokasi yang ada di curug tersebut, apalagi ada kawanan kera yang menarik perhatian saya waktu itu. Entah perasaan saya saja atau memang terjadi waktu itu, ketika saya menghampiri kawanan kera tersebut saya merasakan hal yang aneh sehingga membuat tubuh saya merinding, ditambah lagi saya tidak bisa mengalihkan pandangan pada curug kecil yang ada dilokasi tersebut.

Seolah tak merasakan apa-apa dan membuat seolah tak terjadi, agar teman-teman saya lainnya tidak panik dan tidak merusak momen indah tentunya. Kami pulang dari curug tersebut sekitar pukul 6 sore dan tiba dirumah salah seorang sahabat pukul sembilan malam. Diperjalanan pulang ada hal yang menurut saya aneh, dimana hujan seoalah menandakan kepada kami untuk tidak melanjutkan perjalanan dan segera melaksanakan ibadah sholat maghrib.

Hujan itu turun dengan tidak menentu, tiba-tiba deras dan tiba-tiba reda, begitu terus. Sampai akhirnya kami menemukan masjid dan melaksanakan ibadah sholat maghrib hujan yang amat deras disertai petir turun. Kami yang kurang persiapan dengan tidak membawa jas hujan-pun harus menunggu hingga hujan reda.

Singkat Cerita kami telah sampai dirumah salah seorang sahabat di desa parung. Sembari mengusir penat kami bercerita tentang apa saja, salah seorang dari kami bercerita, bahwa tadi waktu sholat maghrib jari kakinya bergerak sendiri. karena tau dia penakut maka kita kompak untuk menakut-nakutinya dengan mengarang cerita-cerita mistis. Sehingga teman kami itu merasakan ketakutan dan panik.

"itu cuman reaksi otot aja karena abis dingin terus panas" kata saya menenangkan

Barulah Faiz seorang sahabat yang memiliki ide untuk pergi ke curug cigamea bercerita, bahwa tadi di curug yang kecil itu merupakan kerajaan iblis yang ada disitu, dan ada siluman monyet penunggu tempat itu. Cerita Faiz tersebut seolah menjelaskan kepada saya mengenai hal-hal yang saya alami ketika berkeliling tadi.

Tapi kami tak menghiraukannnya karena niat kami baik tidak ingin mengganggu dunia mereka jadi kami santai saja seolah tak terjadi apa-apa, meski rasa takut sempat menguasai pikiran kami, apalagi kejadian yang diceritakan sahabat kami tadi yang berkata jari kakinya bergerak sendiri menambah bumbu-bumbu mistis perjalanan kami ke curug cigamea.

Tetap berpikir positif dan mencoba untuk merasionalkan segala kejadian mistis yang melanda, bagi saya adalah kunci untuk meredam segala rasa takut, panik, serta gelisah yang mungkin akan datang. Selama kita saling menghargai dan tidak ada niatan buruk ketempat kami pergi, insha Allah tidak akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

foto saya di bibir curug