foto kami berlima angger,faizi,agil,iban,alif
Team nganter iban "Nyusahin !"

Pendakian terparah yang pernah saya alami sepanjang hidup! - Gunung Gede

22 Desembeer 2018 yang lalu, saya berencana mendaki gunung bersama 5 orang teman. Kebetulan mereka satu kelas di kampus, sebetulnya rencana pendakian itu sudah lama kami buat. Semakin dekat dengan tangggal yang telah disepakati seperti tak seperti tak ada keseriusan diantara mereka untuk mendaki.

Alhasil dengan persiapan yang seadanya saja, saya seolah kembali ke masa lalu ketika pertama kali mendaki Gunung. Persiapan menjadi hal yang harus direncakan secara matang demi menunjang kesalamatan kita sendiri. Jika biasanya saya memilih mundur, pada pendakian kali ini saya tak bisa melakukannya. Terlalu berat untuk menolak permintaan teman.

Maka dari itu, pendakian kali ini bisa dibilang ya alakadarnya saja. Intinya mengantar teman mendaki gunung.

Perencanaan & Persiapan

1 bulan sebelumnya, kami telah merencakan pendakian kali ini. Awalnya kami berencana mendaki gunung Merbabu, tepat di tanggal 22 desember kami berangkat. Karena pada tanggal tersebut kami sudah libur satu minggu (minggu tenang ujian). Namun di pertengahan bulan desember saya baru diberi kabar oleh keluarga, bahwa salah satu saudara saya akan melangsungkan pernikahan. Rencana ke merbabu pun saya batalkan.

Seorang kawan bernama Faisha Ibanez yang kami sapa “Iban” ia merasa kecewa terhadap keputusan saya. sebetulnya yang ngotot ngajakin naik gunung ya si iban ini, cerita singkatnya begini. Dia jatuh cinta kepada kaka senior kan, dan kebetulan ia suka mendaki gunung juga. Mungkin untuk menyamakan hobinya ia ngajak gua dan 3 orang teman untuk mengantarnya ke gunung.

Alasan tersebutlah yang membuat iban semangat mendaki gunung. Supaya iban gak kecewa banget saya berusaha menawarkan opsi alternative. Kita tetap bisa melanjutkan rencana pendakian kita, jika tujuan mendakinya dirubah. Dari yang awalnya memilih gunung Merbabu berganti menjadi gunung Gede.

Kenapa gunung Gede ? jawabannya adalah gunung Gede merupakan salah satu gunung yang cukup dekat dengan rumah kita yang berada di Tangerang Selatan. Meskipun pada awalnya terjadi perdebatan yang cukup panjang. Namun pada akhirnya Iban sepakat untuk mendaki gunung Gede. Selesai sudah diskusi antara saya dengan dia, tinggal menunggu respon 3 orang teman lainnya.

Hasil diskusi ini kemudian kami sampaikan ke 3 orang teman yang katanya ikut menemani iban ke gunung, 2 diantaranya sudah pernah mendaki gunung yang satu lagi baru pernah. Agil dan Faizi mereka sudah pernah mendaki sebelumnya, sementara Angger baru pertama kali mendaki.

Karena saya dan faizi sudah pernah mendaki gunung gede via putri, jadi kami tidak terlalu mencari informarsi tentang gunung tersebut. Sudah terbayang bagaimana treknya dan kemistisan yang ada di gunung itu.

Kami memfokuskan untuk menyiapkan peralatan seperti tenda, kompor, nesting, matras, carrier, flysheet dan peralatan pendukung lainnya.

Karena saya hanya memiliki tenda kap 2, kompor, nesting, sisanya si Agil yang mencari karena katanya dia punya banyak kenalan yang peralatan mendakinya sudah lengkap dan bisa dipinjam tanpa dikenakan biaya.

Kalo Ada yang Gratis Ngapain Harus Nyewa?!


Hari berikutnya tanggal 17 Desember Agil mengatakan ada peralatan yang kami butuhkan dan ia berhasil meminjamnya. Namun kami harus menunggu kepulangan temannya yang sedang mendaki ke gunung Prau yang baru akan pergi nanti sore.

Dalam hati saya berkata “aduh… mana sempet minjem, baru berangkat aja ntar sore. Buat PP (pulang pergi) aja perlu 2 hari, naiknya dibikin santai aja 2 harian juga. Belum lagi kalo disana mereka mampir-mampir dulu. Haduh gagal ni gagal”.

Namun, si Agil menenangkan kami bahwa peralatannya bisa dipinjem pada hari dimana kami berangkat. Hari-hari berikutnya kami merencanakan tentang logistic apa saja yang akan di bawa dan tentunya harus memenuhi gizi kami, listnya dibawah ini ya kawan.

  • Beras secukupnya
  • Kriyikan (semacam kripik2 gitu deh)
  • Sop-sopan
  • Bumbu sop
  • Melon 3 buah ukuran kecil
  • Kopi susu
  • Teh
  • Gula
  • Nutrijel
  • Air mineral 1500ml 8 buah
  • Mie 4 buah

Kurang lebih logistik yang akan kami bawa tertera dalam list diatas. FYI, list logistik tersebut juga baru ada pada tanggal 22 Desember pagi, dan di malam hari nantinya kami harus pergi menuju basecamp. Apakah bisa kalian bayangkan kurang matangnya persiapan kami ?

Perjalanan Menuju Basecamp


Kami berencana berangkat ke basecamp jam 10 malam, sebelum berangkat kami berkumpul di rumah Angger yang berada di parung. Namun, karena agil mengatakan bahwa peralatan temannya tidak bisa dipinjam karena belum pulang dari gunung Prau.

Betul kan perkiraan saya...

Akhirnya saya mencoba untuk menghubungi kaka kelas yang kebetulan juga mau naik ke gunung Cikuray dan Guntur. Aapakah ia masih memiliki tenda yang bisa dipinjam atau tidak. Kaka kelas saya ini bernama Bang Elang, dia mengatakan bahwa masih ada tenda dirumah yang gak dia pakai ke Cikuray dan Guntur.

Mungkin ini yang namanya pucuk dicinta ulam pun tiba. Tapi, kondisi tendanya ada beberapa framenya pecah, dan harus dilapisi flysheet agar tidak bocor ketika terkena hujan.

Tanpa basa-basi saya langsung OTW kerumah dia, sesampainya dirumah bang Elang, saya hanya bertemu kedua orangtuanya. Karena dia lagi pergi ke konveksi untuk mengambil baju team yang akan digunakan sewaktu mendaki ke Cikuray dan Guntur.

Saya langsung nanya ke ayahnya mau minjem tenda bang elang, sialnya tendanya tidak ada di tempat nya hanya ada framenya doang. Sue udah seneng malah gini-gini juga, hadehh.

Karena tendanya gak ada, saya langsung cabut pergi ke rumah Angger. Disana udah ada Faizi, Iban, dan tentunya Angger selaku tuan rumah. Si Agil belum dateng, kita nunggu cukup lama satu jam lebih kalau tidak salah.

Akhirnya Agil dateng juga, dia bilang udah nyari-nyari lagi peralatan kami yang kurang, namun teman-temannya gak ada yang punya. Okelah, kita berencana menyewa tenda dan flysheet di lokasi basecamp putri. Setelah packing ulang di tempat Angger kami langsung otw menuju basecamp.

Yang rencananya berangkat jam 10.00 mundur sekitar 3 jam dan sekitar jam 01.00 malam kami baru berangkat. Saya berboncengan dengan Agil, Angger dengan Iban, Faizi dengan 2 carrier.

Jalanan kala itu sangat sepi ya mungkin karena udah malam, eh udah pagi. Jadi gak banyak orang yang berkeliaran. Jam 02.00 kami sampai di pertigaan yang akan mengarah ke basecamp pendakian. Awalnya kami sempat berdebat karena Saya dan Faiz lupa dimana persisnya pertigaan yang akan membawa kami ke basecamp. 

Namun, setelah bertanya kepada bapak-bapak tukang ojek yang sedang mangkal tepat di mulut pertigaan, Saya dan Faiz jadi yakin. Nah, ketika sudah yakin arah menuju basecamp, Saya dan Faiz kembali lagi ke tempat peristirahatan pertama kami. 

Dipinggiran toko dekat pertigaan kami rehat sejenak, ngemil sedikit logistik biar gak ngeluarin duit lagi, setelah selesai rehat kami lanjut lagi, dari pertigaan itu sampai ke basecamp perlu waktu kurang lebih satu jam.

Sesampainya di basecamp Faizi, Iban dan Angger memesan mi rebus telor dan saya memesann 3 teh manis hangat. Kenapa tiga  ? biar kita ngirit dan minumnya berbarengan agar lebih erat kekeluargaan kami. Setelah selesai makan kami semua langsung tidur.

Saya dan Agil tidur diluar beralaskan matras foil dan Faizi, Angger, Iban tidur di dalam basecamp. Basecamp yang kami singgahi adalah rumah warga yang akrab disapa pak Haji.

Jam 6 pagi saya terbangun karena menggigil, kondisi perut yang kosong dan hawa dingin, memaksa tubuh ini menggigil guna menormalkan suhu tubuh. Agar tubuh saya tetap dalam kondisi hangat dan menghindari Hippotermia, saya memesan sepiring nasi dan 2 teh manis hangat. Satu untuk saya dan satunya lagi untuk Agil.

Sembari menanti pesanan datang, dan meminimalisir kedinginan saya beranjak menujut musala yang berada tak jauh dari basecamp. Meskipun kita sedang bertualang beribadah harus menjadi prioritas agar terbebas dari segala marabahaya.

Pokoknya jangan sampai kita nge-trek dengan kondisi perut yang kosong. Sepiring nasi itu kami makan bertiga Saya, Agil, dan Iban. Angger dan Faizi menolak, katanya dia mau nge-teh aja. Yo wis nek ora gelem.

Setelah selesai makan, kita patungan lagi buat nyewa tenda sama flysheet. Semalam, sebelum beristirahat saya sempat bertanya ke warga sekitar basecamp terkait biaya sewa tenda kapasitas 4 dan flyshett. Biaya sewa tenda kapasitas itu Rp 65.000 dan flysheet Rp 25.000. Pagi harinya saya mencari orang yang semalam saya tanyai, tapi tidak ketemu.

Alhasil saya bertanya lagi.

“misi aa mau nyewa tenda kemana ya ?”

“kesitu aja mas toko itu”

Saya dan Angger segera menuju toko yang dimaksud sama aa'nya, ditoko itu cuman tinggal satu tenda dengan kondisi atap atasnya hilang terbawa pendaki yang menyewa sebelumnya kata si pemilik toko, harganya Rp 50.000, sayangnya Flysheet yang disewakan sudah abis.

Mau gak mau saya mengambil tenda itu, sisa uang patungan kami untuk membeli persediaan P3K. Setelah menyewa tenda, Saya dan Angger balik lagi ke basecamp buat packing tenda dan P3K, setelah selesai kita langsung bergegas ngetrek.

Trekking ke Surya Kencana

Menurut kalian apa sih yang paling khas dari gunung Gede ? bagi kami saat itu adalah padang savana yang membentang luas. Padang savana ini juga dikenal dengan sebutan Surya Kencana, jika kalian beruntung kalian bisa menikmati bunga Edelwise yang sedang bermekaran.

Tujuan utama kami juga untuk camping di Surya Kencana. Oiya, sama satu lagi, membuat hati Iban berbunga-bunga. Demi memiliki pengalaman menarik selama camping di Surya Kencana, kami memulai pendakian sekitar jam 08.00 pagi. Dari basecamp menuju pos registrasi membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit.

Setelah kami sampai di pos registrasi, kami diharuskan melakukan ceklist pada perlengkapan yang kami bawa selama mendaki nantinya. Ada barang yang boleh dibawa mendaki, dan ada juga barang yang tidak boleh dibawa, seperti tissue basah.

Alam membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mengurai selembar tissue basah, untuk menjaga alam beserta kehidupannya. Kita sebagai pengunjung harus taat yaa…

Kami berjalan perlahan namun pasti, setelah beberapa menit jalan kita berhenti karena Iban kecapean. Belum lama kaki ini melangkah dari tempat peristirahatan tadi, kami kembali beristirahat. Awalnya ritme mendaki kami seperti itu, tak apa lah. Perlahan namun pasti, asalkan semuanya selamat.

Pada akhirnya kami sampai di pos bayangan 1, pada titik ini handphone kami masih mendapatkan sinyal. Kami memanfaatkannya untuk melakukan panggilan vidio untuk meledek teman yang tidak jadi ikut mendaki. Maklum lah, jiwa menindasnya masih kuat. Hehe.

Sembari meledek teman yang labil, beberapa diantara kami juga memasak air untuk menyeduh minuman hangat yang akan menemani istirahatat kami. Sialnya, kompor yang kami bawa memiliki sedikit kendala di bagian pengatur besar-kecilnya api.

Buat masak air aja lama banget apalagi nanti ketika kita masak-masak sewaktu camp. Hmm, sungguh terbayang apa yang akan terjadi nantinya. Akan tetapi, kami bisa berusaha untuk meminjam kompor kepada pendaki lain. Sedikit tenang rasanya, meskipun ini merupakan salah satu kesalahan yang sangat fatal.

Coba bayangkan, jikalau nanti ternyata di Surya Kencana sepi. Apa yang bisa kami lakukan ? hanya ada 2 pilihan, kami harus turun atau kami memaksakan diri dengan konsekuensi kami harus paham sedikit-banyaknya tentang survival. Agar keselamatan kami semua bisa lebih terjamin.


masak-masak di pos banyangan 1
Masak di pos bayangan 1 dengan kompor yang trouble

Pos 1, pos 2 terlewati tanpa adanya kendala yang berarti. Nah, ketika kami akan menuju pos 3. Rasanya badan kami sudah sangat lelah untuk melanjutkan perjalanan dan kami banyak beristirahat. Di pertengahan jalan menuju pos 3, Saya, dan Iban melanjutkan perjalanan berdua. Faizi, Angger, dan Agil mau memejamkan mata dulu sebentar katanya.

Kurang lebih 1 jam waktu yang Saya dan Iban butuhkan untuk mencapai pos 3 sesuai dengan janji kami yang akan bertemu dan saling menunggu di pos 3. Ketika sampai di pos 3, Iban langsung mengistirahatkan seluruh badannya yang nampak jelas kelelahan.

Disisi lain saya mengeluarkan kompor dengan niat untuk memasak air dan bikin teh manis hangat. Sial memang, saya lupa kalau gas portable kami ada di tas Faizi. Jadinya nunggu dulu deh. Sembari menunggu mereka, saya menyalakan rokok dan mengisapnya dalam-dalam. Sementara iban, asyik mengambil gambar menggunakan kamera DSLRnya.

Jujur saja, dahulu kala ketika melihat pendaki yang membawa kamera DSLR atau apapun jenisnya, saya merasa “pasti keren foto-fotonya, apalagi kalau saya yang menjadi objek foto. Keren abis deh, gokill”. Mungkin perasaan itu dimiliki juga oleh sebagian besar pendaki.

Ketika Iban, tengah asyik mencari objek untuk difoto. Ada 2 pendaki asal Surabaya, mas Berry dan Mas Akbar. Mereka memiliki tingkat kepercayaan diri yang baik. Dengan tiba-tiba mereka meminta Iban untuk memfotonya. Nah, untuk memudahkan transfer file hasil foto, saya dan mas Berry bertukar kontak. Karena kalian sudah tahu, Iban pasti menolak kalau kontaknya yang diberikan!

Kemudian terlihat ketiga teman yang “tidur dulu” di bawah, saya langsung menghampiri Faizi untuk mengambil gas portable kami agar saya segera membuat teh hangat untuk teman merokok. Hehe.


foto pendaki asal surabaya
Pendaki asal surabaya mas Berry dan mas Akbar

Setelah dirasa cukup tenaga untuk melanjutkan perjalanan menuju Surya Kencana, kami-pun melanjutkan perjalanan. Sementara mas Akbar dan mas Berry sudah lebih dulu meninggalkan kami. Perjalanan kami menuju Surya Kencana tidak mengalami suatu kendala apapun. Ritme pendakian sudah berhasil diciptakan, kondisi fisik-pun cukup pulih.

Singkatnya, kami tiba di Surya Kencana jam 17.00. Setelah kami memperoleh lokasi yang cantik di SURKEN, saya menggelar tikar lipat untuk alas kami duduk sembari memakan melon ditemani minuman hangat. Sungguh nikmat tuhan mana lagi yang kau dustakan ?

Bagi kalian yang pernah mendaki gunung Gede via Putri, tahu kan gimana trek yang harus dilalui dari pos 3 hingga ke SURKEN. Cukup berat bukan ?

Perjalanan yang cukup panjang tersebut membuat kami cukup banyak kehilangan tenaga, dan obatnya adalah kami harus memakan sesuatu untuk mengisi perut agar suhu tubuh kami tetap normal dan terhindar dari bahaya Hipotermia. Maklum saja, suhu di SURKEN bisa dibilang sangat dingin.

Karena kompor kami rusak dan pastinya membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menikmati mie. Karena sangat tidak mungkin untuk memasak nasi. Pastinya waktu kami akan terbuang banyak, belum mendirikan tenda.

Latar belakang tersebut yang menggerakan agil mengeluarkan uang untuk membeli nasi bungkus dan popmie di salah satu warung yang ada di SURKEN. Harganya lumayan juga, berikut daftarnya :

  • Nasi bungkus 3 @10,000
  • Popmie 1 @15.000
  • Gorengan @25.000

Gorengan yang kita beli dengan harga Rp. 25.000 ternyata isinya dikit banget, harga satuannya kalau gak salah Rp. 3.000, jadi kami hanya memiliki 9 gorengan. Itupun karena kebaikan hati pemilik warung. Meskipun kompor kami rusak, setidaknya kami masih bisa memasak air untuk membuat minuman hangat.

Tapi sedari awal kami sampai, hingga selesai menikmati hidangan yang kami beli dari warung terdekat. Air yang kami masak tak kunjung matang, gregetan dengan kondisi ini. Saya berkeliling berharap ada pendaki yang berbaik hati meminjamkan kompornya. Alhamdulillah, kami mendapatkan pinjaman kompor juga.

foto makan di surken yang beli di warung
Makan di SURKEN

Setelah kami selesai menyantap kudapan hasil beli di warung terdekat dan melaksanakan ibadah salat dzuhur-ashar, kami langsung bergegas untuk mencari tempat camping. Karena kami beranjak pada jam 18.00, sumber pencahayaan-pun kami keluarkan.

Ketika kami sudah menemukan lokasi yang dianggap cukup strategis untuk camping, masalah kembali datang kepada kami. Tenda yang kami sewa masih dalam keadaan sedikit basah, dan parahnya lagi ketika hujan mulai turun pintu tenda tidak bisa ditutup karena resleting yang rusak. Agar tidak terlalu dingin, kami menggunakan jarum jahit yang ada di carrier Faizi.

Pada awalnya semua masalah karena tenda bisa kami atasi, akan tetapi ketika hujan mulai deras tenda kami ikut kuyup dan rembesan air membasahi tenda.

Coba kalian pikir, bagaimana kami bisa beristirahat dengan nyaman untuk summit attack esok hari, jika kondisi dalam tenda basah kuyup ?

Salah satu cara yang bisa lakukan adalah mengorbankan jas hujan kami untuk menutupi bagian luar tenda, dengan harapan mampu mengurangi rembesan air yang ada. Disisi lain, kami juga berharap agar esok hari sewaktu turun cuaca bisa bersahabat dengan kami.

Pada akhirnya semua masalah teratasi dan kondisi tenda “terbagus” yang ada di SURKEN adalah tenda kami. Penuh hiasan jas hujan dibagian luarnya. Jika kalian mendaki gunung Gede di tanggal 22-24 Desember 2018 dan melihat tenda paling “bagus” tersebut, itulah tenda kami.

Kesalahan fatal yang saya lakukan adalah tidak mengecek tenda yang saya sewa terlebih dahulu. Saya seolah terbuai dengan rayuan manis si penjaga toko tempat kami menyewa tenda. Alhasil, segala masalah terkai tenda harus kami rasakan. Nasib malang…


Perjalanan Menuju Puncak Gede

Pagi harinya, kami ber-empat melanjutkan perjalanan menuju puncak gunung Gede. Tepatnya pada pukul 08.00, Saya, Angger, Agil dan Iban melakukan trekking menuju puncak gunung Gede. Sementara Faizi memilih menetap dalam tenda dengan alasan sudah pernah sampai puncak jadi kurang tertarik lagi.

Waktu normalnya untuk bisa sampai puncak dari Surya Kencana adalah 1 jam’an, bahkan beberapa teman yang kerap mendaki berhasil menempuhnya dalam waktu 30 menitan aja. Trek yang akan kita lalui sebetulnya tidak terlalu berat jika dibandingkan dari pos 3 menuju Surya Kencana.

Akan tetapi sebatas ingatan saya, kami memerlukan waktu 2,5 jam untuk bisa sampai puncak. Karena beberapa titik di jalur menuju puncak Iban sempat kehilangan motivasinya untuk melanjutkan perjalanan.


foto si iban kecapean
pikiran dia aja ban biar semangat !

Untuk mengembalikan kembali motivasinya, kami menyemangatinya dengan alasan awal kenapa ia mendaki gunung. Alasan terselubung Iban untuk mendaki adalah menyamai kegemaran dengan salah satu senior yang ia cintai, dan alasn tersebut hanya kami saja yang tahu. Sekarang, kalian semua mengetahuinya. Maafkan saya karena telah membongkarnya :)

Pikirin abang inisial 'B' aja ban, biar semangat 

Meskipun telah kami semangati, terkadang ia masih mengeluhkan rasa capeknya dan meminta untuk turun. Lambat laun kami memecah tim menjadi dua, Saya-Iban dan Agil-Angger. Singkatnya, Saya-Iban sampai di puncak jam 10.30 sedangkan Agil-Angger 30 menit lebih awal.

Apasih kegiatan yang paling kalian sukai ketika di Puncak Gunung ?

Kalau kami hanya melakukan kegiatan yang umum terjadi di puncak gunung. Berfoto ria, menikmati minuman hangat dan beberapa camilan, serta memandangi keindahan alam ciptaan Tuhan yang sangat megah itu.

Setelah kami puas dengan kegiatan tersebut, kami memutuskan untuk kembali ke tempat camp-makan-beberes-turun. Begitu rencana kami. Ketika turun, waktu yang kami butuhkan juga tidak terlalu lama, sekitar 15 menitan.

Dipertengahan jalan menuju lokasi tenda paling “bagus” se-Surya Kencana, kami dipertemukan lagi dengan dua pendaki asal Surabaya yang sempat kami temui di pos 3. Kami-pun berfoto bersama dan kalian tahu, mereka masih berusaha untuk mendapatkan kontak Iban.

Sesampainya di tempat camp, saya langsung berjalan mengitari tenda-tenda apik di Surya Kencana sembari berharap mendapatkan pinjaman kompor untuk masak, dan alhamdulillahnya saya mendapatkan pinjaman kompor. Sehingga kami bisa memasak logistik yang telah kami bawa.

Pertama kali yang kami buat adalah, kopi dan teh. Kemudian nasi, sop, dan mie sebagai makanan penambah tenaga kami untuk turun nantinya. Seberes kami makan, kami istirahat sebentar, dilanjutkan dengan packing-packing santai, kemudian pulang.

Pada saat perjalanan pulang menuju basecamp, kami sempat terpisah lagi di pos 4. Saya-Iban, dan Agil-Faizi-Angger. Perjalanan pulang bisa dibilang cukup lancar, cuman jalanan cukup licin sehabis di guyur hujan ringan yang membuat kami harus lebih waspada agar tidak tergelincir.

Sesampainya Saya-Iban di pos 3, kami menunggu mereka selama 20 menitan, dan 20 menit berlalu mereka tak kunjung terlihat. Jadi kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dan menunggu mereka di pos 1. Ketika kami sampai di pos 1 hari sudah mulai gelap, kami menunggu ceman mereka. Berharap ketika sudah benar-benar gelap kita semua sudah berkumpul.

Selang 30 menit dari kami sampai di pos 1 mereka terlihat, ingin rasanya kami segera melanjutkan perjalanan. Tapi, kami harus menunggu beberapa saat karena bertepatan dengan azan maghrib yang dikumandangkan.

Singkatnya, kami sampai di basecamp jam 19.00, dan saya langsung mengambil tenda yang kami sewa dan mengembalikannya disertai protes ringan. Mungkin lagi apes aja, orang yang saya temui ketika mengembalikan tenda berbeda. Sehingga respon yang dikeluarkan dari protes saya hanya “gak tau mas, maaf yaa”. Hmm…. Ya sudah lah yaa..


Total Pengeluaran Selama ke Gunung Gede

  • Simaksi 65.000 x  5 orang (via calo, jangan ditiru)
  • Patungan logistic 35.000 x 5 orang
  • Makan di basecamp total 45.000
  • Parkir 3 motor 60.000
  • Jajan digunung 150.000

Saran

Sebaiknya jika persiapan kita mendaki gunung kurang matang, alahkah lebih baiknya hasrat mendaki ditunda terlebih dahulu. Toh, lokasi gunung juga tidak pindah. Jika kita masih memaksakan untuk mendaki yang dikhawatirkan kalian akan merasakan hal yang sama dengan saya. Banyak masalah yang dihadapi.

Kami patut bersyukur, karena dengan segala masalah yang kami alami. Kami tidak mendapatkan masalah yang sangat parah atau meregang nyawa.

Berdasarkan mitos orang-orang Jawa zaman dulu, ketika kita memiliki keingan untuk mendaki dan mengalami hambatan yang banyak sebelum mendaki. Mungkin memang kita belum di izinkan untuk mendaki, jadi lebih baik ditunda dulu daripada harus merasakan hal-hal yang tidak diinginkan.