Pesona bukit siregol Purbalingga yang memikat hati.


Kamu bakal percaya gak, kalau ada hewan langka di bukit Siregol, Purbalingga.

Genap sudah dua kali hari raya idulfitri saya rayakan di kota orang. Pandemi yang belum juga berakhir membuat semua orang harus menunda terlebih dahulu keinginan merayakan hari raya idul fitri bersama keluarga. 

Sesungguhnya ada beberapa tempat yang sudah masuk ke daftar kunjungan saya ketika berada di kampung halaman purbalingga.

Pada tanggal 25 Mei 2021 saya memiliki kesempatan untuk berkunjung lagi ke tempat pelarian zaman SMK dahulu. 

Banyak sekali kenangan indah bersama sahabat yang tercipta di tempat indah itu. Canda tawa, kejailan, hingga mandi disungai. 

Kawasan perbukitan Siregol menjadi saksi bisu kisah persahabatan saya dahulu. Banyak kenangan indah yang sukar dilupakan. Apalagi ketika saya menginap di salah satu rumah seorang sahabat akibat permasalahan di sekolah.

Bukit Siregol merupakan sebuah tempat yang sangat indah di Purbalingga. Bukit Siregol berlokasi diantara dua desa, yaitu desa Kramat dan desa Sirau, Kecamatan Karangmoncol, Kabupaten Purbalingga.

Keindahan alam Purbalingga ini merupakan anugerah dari yang maha kuasa, oleh karena itu kita sebagai generasi penerus harus bisa menjaga serta melestarikannya.

Cara Pergi ke Bukit Siregol

Ilustrasi angkutan umum untuk sampai ke Bukit Siregol
Ilustrasi angkutan umum untuk sampai ke Bukit Siregol (web/radarbromo)

Kamu bisa mencapai ke bukit Siregol dengan menggunakan pribadi atau umum. Namun, saya lebih senang dengan kendaraan pribadi. Sebab jauh lebih mudah digunakan dan tidak terbatas oleh waktu.

Perjalanan yang ditempuh untuk bisa sampai ke bukit siregol ini tidak terlalu sulit, kamu bisa melewati kecamatan Bobotsari ataupun kecamatan Pengadegan. Kalau kamu mau lewat kecamatan Pengadegan, itu artinya kamu akan melewati jembatan merah Purbalingga.

Asal kamu tahu aja, jembatan merah Purbalingga adalah salah satu destinasi wisata di Purbalingga. Jembatan ini terkenal akibat menjadi satu-satunya akses penghubung antara kecamatan Karangmoncol dan kecamatan Pengadegan. 

Namun jika kamu lebih prefer untuk menggunakan angkutan umum, saya lebih menyarankan untuk lewat Bobotsari. Karena akses angkutan umum lebih mudah ditemui jika kamu melewati kecamtan Bobotsari. 

Dari Bobotsari

Jika kamu memulai perjalanan dari Bobotsari, kamu perlu menuju Jl. Sersan Sayun. Disitu kamu bisa menemukan banyak angkutan umum yang lagi ngetem

Patokannya adalah Polsek Bobotsari, kalau kamu udah ketemu sama polsek Bobotsari. Kamu tinggal nanya angkot mana yang jurusannya ke desa Kramat. Kemudian kamu bisa melanjutkan perjalanan dari desa Kramat dengan menggunakan jasa ojek lokal atau meminta bantuin warga sekitar yang tengah melintas.

Untuk tarifnya cukup bervariatif, jadi kamu harus pintar menawar harga. Akan lebih menguntungkan jik kamu memiliki teman asli Purbalingga. Kalau kamu masih kesulitan dalam berkomunikasi atau menjalin pertemanan. Kamu bisa membaca buku Bicara itu Ada Seninya atau How to Win Friends and Influence People.

Atau kamu juga bisa menghubungi saya melalui instagram, nanti akan saya antarkan.

Dari Pengadegan

Sayangnya belum ada angkutan umum yang bisa kamu gunakan dari kecamatan Pengadegan. Maklum saja, akses utama dari kecamatan Pengadegan menuju kecamatan Karangmoncol adalah melalui jembatan merah Purbalingga yang belum lama diresmikan.

Jadi, belum ada angkutan umum khusus rute tersebut. Sehingga kamu cuman bisa menggunakan kendaraan pribadi saja untuk bisa sampai ke bukit Siregol. Namun saya jamin kamu tidak akan menyesal jika melewati jembatan merah Purbalingga.

Sebab, jembatan yang satu ini memiliki pemandangan yang indah. Apalagi jika kamu mengunjunginya di kala sore hari.

Pemandangan Senja dari Jembatan Merah Purbalingga
Senja di Jembatan Merah Purbalingga

Perjalanan Menuju Bukit Siregol Purbalingga

Kamu gak perlu takut kesasar, kamu bisa menggunakan google maps untuk sampai ke bukit Siregol. Selama perjalanan kamu akan disuguhkan dengan pemandangan alam yang luar biasa indah.

Pepohonan di kiri dan kanan akan jadi temanmu selama perjalanan. Untuk kamu yang sering mual dalam perjalanan, menuju bukit Siregol Purbalingga artinya menyiksa dirimu. Sebab rute yang akan kamu lewati cukup menantang.

Kamu akan melalui jalanan yang berkelok, menanjak, dan menurun. Namun sensasi mual tidak akan terlalu terasa jika menggunakan motor. Jika kamu datang dari luar kota kamu bisa menyewa motor untuk merasakan experience terbaik!

Sebetulnya cukup menyeramkan dengan mobil untuk bisa sampai di bukit Siregol. Sebab, jalanannya cukup sempit dan hanya muat satu mobil saja. Akan sangat berbahaya jika berpapasan dengan mobil lainnya pada titik tertentu. Sebab kamu akan melihat jurang yang cukup dalam.

Jadi, pilih alat transportasi yang paling coock dengan kamu ya!

Penghuni Bukit Siregol Purbalingga

Ilustrasi Elang Jawa Penghuni Bukit Siregol Purbalingga

Bukit Siregol Purbalingga dianugaerahi pemandangan alam yang luar biasa menakjukban, saya menjulukinya sebagai hutan amazonnya Indonesia. 

Masyarakat Indonesia, khususnya purbalingga harus bangga dengan pesona alam yang dimilikinya tak lupa juga untuk melestarikannya karena kawasan ini masih dihuni beberapa satwa langka yang terancam punah.

Menurut data yang dimiliki oleh Sigotak Narasi Konservasi bahwasanya Satwa yang pernah dijumpai di hutan perbukitan Siregol antara lain:

  1. Owa Jawa
  2. Lutung Jawa
  3. Elang Jawa
  4. Elang Ular Bido
  5. Julang Mas 
  6. Jelarang
  7. Rekrekan
  8. Monyet Ekor Panjang 
  9. Kukang
  10. Bubut Besar 
  11. Capung dan kupu-kupu 

Khusus untuk Owa Jawa, sudah ada pendataan lebih jauh pada bulan Maret 2018. Jumlah kerapatan penyebarannya sebesar 9,3 grup/km persegi. Selain satwa, juga banyak ditemukan Anggrek dan Kantong Semar.

Sejarah Terbentuknya Sigotak Narasi Konservasi

Logo Sigotak Narasi Konservasi

Sigotak Narasi Konservasi diprakasai oleh Perhimpunan Pegiat Alam Ganesha Muda (PPA Gasda) dan Pemuda Desa Kramat Kec. Karangmoncol, Kab. Purbalingga. 

Narasi Konservasi yang diusung memiliki arti “Cara pandang, tekad, dan ajakan tiada henti untuk merasakan pengalaman memberi dan menerima dari alam”.

Maka dari itu, gerakan ini terus berupaya semaksimal mungkin untuk memanfaatkan hutan dengan melakukan perubahan yang sangat minim terhadap kondisi alam. Gerakan ini juga memiliki program konservasi, dan ekowisata.

Gerakan ini dirumuskan agar keindahan alam perbukitan siregol bisa dinikmati masyarakat tanpa harus merusak atau menghancurkan kehidupan yang sudah ada di alam. Sehingga keindahan alam hutan siregol bisa secara bijaksana dan berkelanjutan.

Berdasarkan ketetapan oleh KPH Banyumas Timur, perbukitan siregol ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, nilai sejarah, dan budaya bangsa. 

Berdasarkan keputusan inilah yang melandasi terbentuknya Sigotak Narasi Konservasi. Kesadaran bahwa keindahan alam bukan hanya sebatas warisan, melainkan sebuah amanat yang harus terus dijaga kelestariannya.

Penemuan 30 Batu Artefak

Selain rumah bagi flora dan fauna, kawasan perbukitan siregol juga menyimpan beberapa peninggalan sejarah yang berhasil ditemukan 30 batu artefak peninggalan di kawasan Pegunungan Lumbung.

Peninggalan tersebut berupa altar, dolmen, phalus, dan berbagai peralatan rumah tangga yang terbuat dari batu.

Ketika saya konfirmasi terkait penemuan 30 batu artefak tersebut, pak Sangad salah satu admin dari Sigotak Narasi Konservasi belum bisa memastikan apakah penemuan tersebut murni peninggalan sejarah atau hanya proses alam.

Karena belum adanya ahli yang meneliti asal usul dari batu tersebut. Beliau menambahkan, bahwasanya penemuan tersebut bukanlah hal baru. Sebab dahulu kawasan tersebut sering dijadikan tempat semedi oleh para tokoh-tokoh desa Kramat.

Dilema Pelestarian Alam dan Peningkatan Ekonomi

Tiketing masuk kawasan bukit

Ketika saya berkesempatan untuk mengunjungi lagi hutan amazonnya Indonesia, saya cukup kaget. Sebab sudah diberlakukannya tiketing sebesar Rp. 5.000, pemberlakuan tiketing ini harus dinilai sebagai sebuah kemajuan atau kemunduran.

Pelestarian alam dan peningkatan ekonomi kerap kali jadi perspektif yang jarang ketemu titik temunya. Sebab jika dinilai dari sisi pelestarian lingkungan, itu artinya melindungi hutan dan menjaganya dari kemusnahan.

Namun jika dinilai dari perspektif ekonomi, itu artinya segala cara halal dilakukan selama meningkatkan perkonomian. Yang berarti, perombakan hutan demi kebutuhan komersil sah-sah saja dilakukan. Asalkan mendatangkan pundi-pundi rupiah.

Meskipun bisa lebih mendatangkan rupiah secara cepat dalam jumlah banyak. Namun bukan berarti tidak ada yang dikorbankan. Sudah sejak lama kehidupan manusia sangat bergantung pada alam. Dari jaman manusia purba saja, kehidupannya sudah sangat bergantung pada alam.

Mereka memanfaatkan gua-gua sebagai tempat berlindung dari berbagai macam mara bahaya. Memanen tanaman layak konsumsi sebagai penyambung hidup dari hari ke hari. Lantas di jaman sekarang, apakah halal untuk menciderai ekosistem yang sudah terbangun?

Narasi Konservasi Vs Urusan Perut

Saya cukup mengerti jika kamu agak bingung dengan gerakan penyelamatan hutan yang saya jelaskan diatas. Kamu bukan satu-satunya yang kebingungan dan dibuat bertanya-tanya, saya pun demikian.

Selain tiketing, saya juga cukup kaget dengan hadirnya bangunan semi permanen yang menghiasi. Sebab jaman SMK dulu, belum ada satu bangunan pun. Seketika saya jadi mengenang, "Tempat ini dulunya apa yak?".

Bangunan semi permanen di kawasan bukit

Jika kamu ngeh terdapat nama Siregol Superland dalam branding "Urusan perut" tersebut. Setelah saya coba dalami, ternyata masih terdapat perbedaan visi antara Narasi Konservasi dan Urusan Perut. Sebab jika mengikuti perkembangan jaman, Siregol Superland lebih memenangkan pasar.

Karena memang generasi sekarang jauh lebih mementingkan estetika foto yang dihasilkan ketimbang kelestarian alam. Kondisi ini tentunya akan semakin parah. Apabila sekelompok orang yang memahami betul arti pentingnya pelestarian alam diam saja.

Oleh sebab itu, Sigotak Narasi Konservasi berusaha untuk mengedukasi masyarakat sembari mencari cara untuk tetap bisa memenuhi urusan perut. Sehingga alam tetap bisa lestari dan terjaga hingga anak cucu nanti. Disisi lain kita bisa tetap hidup dan melihat anak cucu berkembang.

Kolaborasi untuk Kemajuan adalah Kunci!

Ilustrasi menjelajah kawasan hutan siregol purbalingga

Menurut saya ini hanya persoalan waktu saja untuk menyeragamkan pandangan, menjaga hutan sembari mencari makan. Perbedaan lahir bukan untuk bahan bakar permusuhan, melainkan untuk memandang suatu masalah secara lebih dalam.

Sehingga solusi yang tercipta mampu menyelesaikan hingga ke akar masalah. Saya pribadi merasa akan jauh lebih menyenangkan jika ada wadah yang mampu menjembatani keinginan untuk mengamati satwa langka secara langsung.

Sehingga masyarakat juga sadar bahwa ada kehidupan sebelum kita yang harus dijaga dan dihormati. Disisi lain, pengalaman mengamati langsung satwa langka di alam bebas bisa menjadi daya tarik bagi masyarakat. 

Sebab ada experience baru yang bisa dinikmati. Jadi, urusan perut pun bisa terpenuhi. Saya sempat membayangkan jika impian ini bisa terealisasikan. Mungkin saja bukan hanya wisatawan lokal yang akan berbondong untuk datang, wisatawan asing pun akan tertarik.

Semakin banyak wisatawan yang datang, semakin besar pula pendapatan yang akan diterima. Dampaknya, roda perokonomian akan berputar dan taraf hidup masyarakat sekitar bisa lebih baik. Semoga saja ada titik temu dari perbedaan cara pandang ini.

Saya sangat sadar, untuk menyatukan perbedaan cara pandang butuh usaha dan kerja keras yang konsisten. Oleh sebab itu, semua pihak yang terlibat juga harus berperan aktif.

Kalau ada paket wisata yang mengajak kamu mengamati satwa langka secara langsung. Apakah kamu tertarik untuk mencobanya? Tulis di kolom komentar ya!

See you!