mentari yang mulai menghilang dari penglihatan
Seperti biasanya sehabis rampung dengan urusan rumah saya ngendong ke kos, yang bisa dibilang seperti rumah kesekian-lah. Nyaman banget pokoknya. Selain ngendong, ada sesuatu hal yang ingin kami tanyakan kepada Bang Eko mengenai acara camping yang sudah di bahas pada malam sebelumnya di rumah saya

Namun sial, beliau sedang kedatangan kawan lama dari pondok. Kalau saya ganggu rasanya bukan waktu yang pas, menurut saya mengganggu acara ‘reuni’ sama dosanya dengan makan diam-diam di bulan ramadhan. Tujuan awal yang ingin membahas acara camping tersebut harus dikesampingkan dulu,alhasil saya dan bang elang beserta penghuni kos, melakukan aktivitas masing-masing

Bang elang yang sibuk meratapi nasib percintaanya yang tak semanis kisah cinta romeo & Juliet. Ia berkaroke ria lagu ‘ambyar’ udah paham lah ya ciri khas lagu ambyar seperti apa? Tidak perlu saya jelaskan lagi rasanya

Penghuni lain seperti saya,bang amir,dimas ‘jamet’ sibuk bermain magic chess, sesekali kami mengejek bang elang yang terlalu lemah soal cinta, seakan hidupnya hanya tentang cinta dan perempuan. Tidak ada yang salah sih, tapi menurutku bukan itu yang menjadi prioritas. Setuju ?

Kosan bang eko ini memiliki sekat yang membagi ruangan, ruang depan, tengah, dapur dan kamar mandi berdampingan. Bang eko dan kawan lamanya berada di ruang depan dan kami berada di ruang tengah yang ada speaker ajib. Sesekali saya nimbrung ke depan untuk mendengarkan obrolan beliau sambil berkenalan dengan kawan lama bang eko tersebut.

Tak lama ada kawan bang eko datang lagi kekos entah siapa, belum sempat berkenalan mereka sudah pergi jalan-jalan. Oya, kami punya bahasa rahasia kalau ingin pergi jalan bersama pujaan hati, ‘merayap-rayap’. Jika salah satu penghuni kos pergi, dan ditanya mau kemana, ia menjawab ‘merayap-rayap’ pahamlah kami mau kemana dia

Pencetus bahasa itu ya bang eko, ada-ada saja bahasa orang tua itu.

Mentari mulai tenggelam dari kejauhan dan perut ini terasa keroncongan.

“wei laper wei” kataku. Sebagian besar penghuni kos ini merasakan apa yang saya rasakan. Namun, tidak ada tindakannya, kuat-kuat bener nahan laper. Gila dah pokoknya. Setelah sekian lama membisu akhirnya saya dan bang gigih pergi berbelanja menggunakan dana hasil patungan. Kebersamaan saat kami junjung tinggi disini, satu gak makan gak makan semua. Beda cerita kalau merayap-rayap yak..

Setelah selesai 2 kali belanja bolak-balik pasar, karena ada yang kurang. Akhirnya kami memasak, menu makanan kami waktu itu adalah, Sambal, Ikan Kembung Bakar dan lalapan. Kami mulai memasak sehabis isya. Kami kelaparan dari maghrib, kuat bukan menahan laparnya.

Selepas kita selesai memasak dengan cara bergotong royong, tak lama bang eko kembali ke kos, karena sebelumnya saya mengirimkan chat WA mau pulang kerumah. Karena beliau mengenakan sandalku, makanya beliau bergegas pulang. Sampe-sampe bukannya sapa atau apa, malah kesel dia

“katanya mau balik, bujang!!”

Gimana yak namanya juga perut laper keroncongan, takut kenapa-napa dijalan. Mending makan dulu baru pulang, SMP (Sudah Makan Pulang) rencana si seperti itu setelah penuh perut ini terisi oleh makanan yang kita buat secara gotong royong. Sehabis makan, seperti biasaya menyalakan batang rokok dan mulai dihisap secara perlahan dan mendalam sembari bersenda gurau

Bang Eko ini belum menyerah untuk mengajak saya berkeliling mengantarkan kawannya tersebut. Berbagai macam cara, tipu musllihat beliau jalankan, hingga pada akhirnya saya masuk ke jebakan batman dan meng-iyakan ajakannya yang telah saya tolak mentah-mentah. Singkatnya kami-pun pergi dari kosan meninggalkan sejumlah penghuni di dalamnya untuk menjaga barang berharga. Sebetulnya gak gitu si, mereka yang tetap tinggal di kos memilih menghabiskan malam menuju paginya dengan cara menonton film.

Alhasil kami pergi ber-enam dengan mengendari 3 motor, 2 motor bebek kopling, dan satunya si Black Panther (teman bertualang yang baru, menggantikan si biru). Menurut abang-abangan, penjual rokok susah di temui di tempat tujuan kami, jadii diputuskan untuk membeli rokok ini terlebih dahulu sebelum berangkat.

Kami-pun menyusuri jalanan yang sunyi ini perlahan sembari menikmatinya, kapan lagi jalanan sepi coy, macet biasanya macet, ah kacau! Karena saya masih penasaran tempat mana yang akan kami tuju, sesampainya di fatmawati saya bertanya kepada abang-abangan ini, jawaban mereka masih sama “JAUH POKOKNYA” seberapa jauh si fikirku waktu itu, sampai-sampai gak mau mengutarakannya.

Setelah sekian lama berkendara, sampailah kami di tempat yang pertama, depan stasiun gambir ternyata. Disini bang eko dan bang slink sedikit bercerita pengalaman beliau sebelumnya. Pada hari tertentu jalanan depan stasiun ini biasanya di jadikan ‘sirkuit’ untuk balapan liar, atau mereka yang ingin menjajal performa motornya. Oh ya ?

Sementara yang lain sedang sibuk bercerita, entah apa yang mereka ceritakan. Saya menyibukkan diri dengan mencari objek untuk di abadikan, berbekal kamera canon miliki bang slink (tipenya lupa). Saya sempat menghasilkan beberapa foto yang menurutku bagus entah menurut kalian, berikut fotonya

tempat pertama kami singgah

suasana jalanan depan stasiun gambir di malam hari

bunga di taman depan stasiun gambir

teman bertualang
Si Black Panther
Saya baru tergila-gila di dunia fotografi sewaktu di pasrahkan kamera senior (Cannon 1000 D) oleh kaka sepupu saya. Kamera senior ini hanya mampu menagkap gambar belum video, kemampuannya-pun kalah jauh dengan kamera-kamera jaman sekarang yang sudah semakin canggih saja. Tapi disini saya merasa tertantang. Sebab, bukan soal gear yang kita pakai untuk mengabadikan suatu momen, tapi kemampuan kita lah yang menentukan hasilnya

Sehabis satu batang rokok di tempat itu, kami memutuskan untuk pindah nongkrong di kompleks bundaran HI, ternyata gak jauh dari tempat pertama kita singgah, semasa perjalanan menuju kompleks Bundaran HI ini kami mencoba untuk saling mengetahui performa kuda besi masing-masing.

Tentunya black panter akan kalah jauh, dari 2  pesaingnya (jangan ditiru, gak boleh kebut-kebutan dijalan. Kalau mau ngebut di sirkuit) jadinya saya nyolong start untuk memacu black panter terlebih dahulu, baru mencapai 95km/jam black panter sudah bisa dikejar oleh dua pesaingnya. Simpulkan saja sendiri, berapa kecepatan 2 pesaing si black panter ini. Oh ya, selama saya mencoba untuk memacu kecepatan maximum dari black panter, selalu mentok di 110km/jam, ada yang sama ?

Sesampainya kami di kompleks bundaran HI, kami nongkrong di bundarannya. Karena lumayan haus, maklum dari tadi belum minum. Saya-pun memesan es ke salah satu penjual es Keliling yang bernama bang Ijal.

Bang Ijal si Penjual minuman keliling

Bang ijal ini asalnya dari Madura, beliau tinggal di kompleks marinir Kwitang. Lumayan menguras tenaga untuk sampai bundaran HI, tranportasi yang ia gunakan untuk sampai ke tempatnya mencari rezeki hanya sepeda. Sepeda yang ia ‘ontel’ sedari keluar rumah sembari menjajakan barang dagangannya ke pengendera atau siapapun yang melintas di jalurnya.

Bang ijal ini mulai mencari rezeki dari jam 5 sore sampai pagi (mungkin semau dia kali ya) sedikit cerita tentang bang ijal si penjual minuman keliling. Awalnya hanya saya yang memesan es itu dan hanya satu. Eh gak taunya yang lain protes minta dipesanin juga, akhirnya total pesanan saya ke bang ijal adalah 3 es dan 2 kopi hitam.

Di tempat ini lumayan lama kami singgah, dari mengobrol ngalor-ngidul gak jelas, mengabadikan  momen, sampai ade bang slink hampir tertidur di tempat ini. Setelah kami puas mengabadikan banyak momen, dari yang serius sampai yang terkesan alay-pun ada. Dikarenakan ade bang slink sudah mulai mengantuk dan menguap terus, akhirnya kami putuskan untuk menyudahi kegiatan malam itu.

Di perjalanan pulang kami mulai terpisah, saya yang terburu-buru harus segera dirumah, berhasil meninggalkan kawan yang lain dibelakang. Pada waktu itu kupikir mereka lama karena mampir dulu untuk membeli minuman hangat atau sekedar mengisi bahan bakar di salah satu SPBU. Ternyata eh ternyata, setelah saya dan jamet sampai di kos dan saya mengecek hanphone, ada 3 panggilan tak terjawab dari bang eko.

Sampai akhirnya bang eko chat, “kenapa kau tinggalkan kami, gak tau kau kan. Kehabisan bensin” saya hanya membalas singkat “maaf bang, udah genting ini. Pamit pulang ya” beliau-pun paham, kami berdua sudah sering cerita tentang banyak hal terutama urusan dapur rumah masing-masing.