pemandangan sungai kapuas dari waterfront

Pernahkan kalian nonton film AADC 2 ? di salah satu scenenya sebelum rangga dan cinta menuju punthuk setumbu. Rangga sedikit bercerita tentang perbedaan liburan dan travelling. Kata rangga, intinya adalah kalau travelling itu acak dan penuh misteri layaknya kehidupan, sedangkan liburan sudah memiliki jadwal yang pasti dengan tujuan yang jelas. Buat saya pribadi kalau liburan kurang dapet aja ceritanya serunya, karena pasti bisa diprediksi. 

Pastinya sebelum kita menentukan tempat mana aja yang bakal dikunjungi selama liburan kita pasti riset dulu toh ? nah berangkat dari hasil riset itu biasanya saya sudah bisa memprediksi akan terjadi apa disana dan bagaimana jalan ceritanya. Udah kaya luffy yang berhasil menguasai haki yang bisa melihat sedikit ke masa depan, keren gak ?

Saya memang orang yang cukup random, ingin bebas pergi kemana saja, tanpa harus mengikuti agenda yang sudah terjadwal atau tersistematis. Membosankan. Rasanya itu seperti kita tidak hidup di dunia yang penuh tanda tanya ini, sangat mudah terprediksi hasil akhirnya akan bagaimana. Mirip sinetron-sinetron yang gampang dibaca alurnya itu loh.

Pontianak, ketika saya masih dalam pesawat. Saya terus saja membayangkan dan bertanya-tanya apa yang akan kota ini hadirkan bagi saya. Kejutan apa yang tersimpan, dan kapan akan dikeluarkan. Perasaan itu terus berputar-putar mengitari kepala saya bak burung di serial kartun masa kanak-kanak. Hmm… selain tugu kathulistiwa, apalagi kiranya yang harus saya kunjungi ?

Sebelum landing di Bandara Supadio pesawat saya berputar-putar di langit pontianak sembari menunggu giliran untuk landing. Seketika kejutan pertama muncul, saya melihat bentangan garis berwarna coklat, mirip sajian milo yang kebanyakan air. Saya berusaha mengingat lagi cerita seorang sahabat yang berasal dari kalimantan. Oiya! Sungai Kapuas, saya harus ngopi di pinggiran sungai kapuas.

Ketika sampai di tempat peristirahatan yang beralamatkan di Jl. Arteri Supadio, Sungai Raya, Kubu Raya atau bertepatan di Pimpinan Wilayah Mumahammadiyah Kota Pontianak. Selepas beristirahat dan melepas segala penat selama perjalanan, saya segera berselancar melalui gawai usang dan mencari lokasi menarik terdekat. Kalau bisa di pinggiran sungai kapuas.

Ketemulah satu lokasi yang bernama Waterfront City Pontianak. Jujur saya gak tau ini tempat apa, tapi yang jelas ini sangat dekat dengan sungai kapuas waktu saya lihat lewat google maps. Nah, setelah saya mencari tau lebih dalam, saya menyimpulkan tempat ini mirip sekali dengan adegan-adegan romantis yang ada di stasiun tv nasional. Biasanya waktu lagi kasmaran dan nyanyi, percis film india.

Tujuan sudah ditentukan, tinggal bagaimana dan dengan siapa saya akan kesana ? saya berusaha untuk mengajak, teman-teman peserta lainnya. Alhasil terkumpulah 6 orang yang siap menjelajah bersama saya. 2 orang pribumi, dan 4 orang pendatang. Rasanya bukan hidup jika di tengah perjalanan tidak menghampiri sebuah masalah. Masalah kami adalah kendaraan, hanya ada 2 kendaraan roda dua yang siap untuk di geber gasnya.

Persoalan Transportasi

Kala itu hujan masih rintik, dan kami masih termenung memecahkan masalah transportasi. Yang menjadi pertimbangan utama kami adalah urusan biaya. Maklum, baru hari pertama dan belum mulai kegiatan, jangan boros-boros. Ada beberapa opsi yang menurutku cukup masuk akal. Pertama, naik 2 motor itu dan bolak-balik. Kedua, kita menggunakan ojek/taxi online. Singkatnya opsi pertama yang kita pilih. Yogo-faris dan pian-andar berangkat lebih dulu. Nanti, yogo dan pian balik lagi dan menjemput kami. Begitu kesepakatan awalnya.

Hidup memang penuh dengan ijig-ijig, ujug-ujug. Mulanya hujan sudah rintik, selang beberapa saat ia kembali murka dan membabi buta menghantam kota pontianak. Saya dan rifai dilanda kebimbangan yang teramat. Melanjutkan perjalanan dan bergabung dengan 4 orang yang sudah lebih dulu sampai atau kembali kedalam dan menyetel lagu raisa kencang-kencang. Tapi, sepertinya tidur lebih menarik.

Rifai hampir menyerah dan memilih kembali kedalam dan tidur. Bukan karena dia males keluar atau pelor. Tapi karena emang udah waktunya buat tidur. Kita jalan ke waterfront sekitar jam 10an soalnya pak. Tapi dengan segenap jiwa raga dan mengatasnamakan solidaritas saya membujuk rifai untuk kembali semangat melanjutkan perjalanan.

Coba bayangkan, menikmati kopi hangat di malam hari ditemani temaran lampu jalan dan indahnya sungai kapuas. Kurang lebih itu yang saya bicarakan kepada rifai. Akhirnya, ia mau juga melanjutkan perjalanan. Karena kondisi hujan cukup deras, gak mungkin dong kalau kita naik ojek. Nasibnya bakalan sama kayak 4 orang yang udah duluan, basah kuyup.

Kami berdua membuka aplikasi Gojek, harganya memang cukup mahal dan gak dapet-dapet. Sampai akhirnya kami disarankan oleh mas ageng (orang yang bertanggung jawab dalam pelatihan yang akan kami ikuti) untuk menggunakan maxim, karena lebih murah dan banyak drivernya. Saya-pun langsung menginstal aplikasi tersebut dan memesan untuk menuju waterfront. Beda harganya lumayan, sekitar 7-10 ribu.

Welcome to Waterfront City Pontianak 

Selama saya berada di pontianak, terhitung sudah dua kali saya mengunjungi tempat ini. Tempatnya sama, namun rasanya berbeda. Pertama kali, ketika saya baru saja tiba di pontianak. Kedua kali, ketika telah usai menjalani pelatihan di pontianak.

selamat datang di waterfront city pontianak

Kali pertama saya mengunjungi waterfront ini bersama 5 orang lainnya. Tak banyak memang yang kami lakukan di tempat indah ini. Selain cuaca yang kurang bersahabat, ditambah kami harus mengorbankan waktu tidur. Tak seperti anak lainnya, huft. Kami membeli minuman hangat ataupun kopi panas untuk menemani dinginnya malam kala itu.

Lantas apa yang bisa kami lakukan disini, selain mengopi dan menikmati rintik hujan di kedai apung sungai kapuas ? mengobrol adalah solusi jitu dari kebingungan kami saat itu. Kami sepakat untuk meletakan gawai kami dan mulai berbincang. Dimulai dari perkenalan lebih lanjut tentang diri kita masing-masing sampai akhirnya membahas isu yang cukup gila, terkait LGBT.

3 orang teman berasal dari jogja. Yap, jogja yang terkenal dengan kota pelajar ini ternyata marak juga kasus LGBT. Bahkan salah seorang dari kami yang ada di meja itu mengaku pernah diajak berhubungan badan sama salah seorang lelaki berbadan kekar. Sial! Apakah selama ini dalih mempercantik badan untuk menggaet sesama jenis ?

Tak terasa, waktu sudah menunjukan pukul 3 pagi, sudah saatnya kami kembali, dan segera beristirahat. Semangat wahai kami, menjalani hari berat pelatihan esok.

Kali kedua kami berkunjung ke waterfront, ketika telah usai menjalani pelatihan kami itu. Penat memang, namun membahagiakan. Bertemu dengan orang baru dari pelbagai daerah memiliki makna tersendiri bagi saya.

Kunjungan kami yang kedua ini cukup kompleks hal yang kami lakukan. Kami berangkat sekitar pukul 19.30, waktu-waktu yang ideal untuk mengunjungi pacar bukan ? ketika sampai di tempat ini, kondisinya berbeda sekali jika dibandingkan dengan kunjungan pertama kami. Suasanya ramai, sesak. Banyak muda-mudi yang tengah menjalin kasih, keluarga yang jalan-jalan. Semuanya tampak bahagia, sangat bahagia.

Kami, memutuskan untuk menggunakan jasa kapal keliling (saya menyebutnya demikian). Dengan hanya mengeluarkan 10-15 ribu kalian sudah bisa merasakan sensasi naik kapal. Sungguh menyenangkan, jika menaiki kapal merupakan pengalaman pertama kalian, berarti kita senasib. Bagi saya, mengeluarkan uang 10-15 ribu untuk biaya dan 10 ribu lagi untuk memesan sajian khas kapal. Its wort it, bro!

Namun sayang, kami berangkat sudah terlalu malam. Andai saja kita berangkat menuju waterfron kisaran jam 4, masih ada kesempatan untuk menikmati senja di kapal cepat yang ada di waterfront ini. Mungkin belum berjodoh, dan jika ada kesempatan. Saya sangat ingin menikmati proses istirahatnya mentari yang telah rampung menjalani tugasnya.

Pelajaran yang saya dapatkan 

Selain mendapatkan kebahagiaan dan pengalaman baru. Di setiap kunjungan saya, baik itu ke gunung, kota, atau tempat lainnya. Pasti selalu ada hal yang di dapatkan, maksudnya tentang sebuah pelajaran bagi kehidupan. Misalnya ketika saya gagal ke desa ciparempeng, saya mendapatkan pelajaran untuk lebih bisa bersyukur lagi.

Kali ini, saya mendapatkan pelajaran tentang kebagahiaan dan kesabaran. Jika kalian kesana dan melihat, ada puluhan atau bahkan ratusan keluarga yang terlihat sangat bahagia. Melihat senyum ikhlas sang anak ketika menaiki kapal, membeli harum manis seharga 5.000, dan bermain lari-larian. Betapa bahagianya mereka.

Kita tak tau apa yang sebenarnya tengah mereka hadapi, pertaruhkan, dan perjuangkan. Di tempat itu, di malam itu. Semua terlihat bahagia, seolah semua masalah telah teratasi dan kita akan hidup tenang selama beberapa bulan kedepan. Ternyata, kebahagiaan itu sangat murah, banyak ragam definisinya.

Tak melulu berharta itu membuat kita bahagia, tak melulu memiliki seorang kekasih itu membuat kita bahagia.

Persoalan kesabaran-pun saya dapatkan. Kali pertama saya kesini, hanya melakukan hal yang lumrah dilakukan. Kali kedua, saya terlambat untuk menyaksikan terbenamnya mentari. Semua itu memang butuh kesabaran, jangan sampai diri kita dikuasai nafsu belaka dan membuang jauh-jauh pikiran rasional kita.

Bersabarlah dalam bertindak, tenanglah dalam berbuat, agar apa yang tengah kita kerjakan mampu membuahkan hasil yang lebih maksimal. Jangan lupa untuk senantiasa mengevaluasi dan memperbaiki diri kita. Bukan persoalan harta, tapi persoalan budi luhur dan keimanan. Semoga terhibur dengan cerita sederhana saya.