
Kayaknya, judul artikel ini agak lebay ya? tapi begini alasannya...
Industri fesyen merupakan salah satu industri strategis bagi Indonesia. Pada tahun 2022, Yaya Winarno Junardi, Presiden UN Global Compact Indonesia mengatakan bahwa industri fesyen menyumbang 21,2% lapangan pekerjaan di sektor manufaktor.
Bahkan, Rachel Zoe, salah satu desainar asal Amerika pernah mengatakan "Gayamu berbusana adalah cara menunjukkan siapa dirimu tanpa harus berbicara".
Dibalik itu semua. Ternyata industri fesyen menyimpan sisi kelamnya sendiri.
Kamu pasti tau kan, kalau sepotong celana jeans itu butuh proses yang panjang sebelum bisa kita pakai? Nah, proses panjang inilah yang berdampak pada lingkungan.
Data dari BBC berbicara bahwa seluruh dunia menghasilkan 92 juta ton limbah tekstil. Jumlah tersebut setara dengan satu truk sampah penuh pakaian yang bermuara di tempat pembuangan sampah tiap detiknya.
Saya sangat paham, kalau kamu masih belum rela untuk membongkar isi lemarimu demi menyelamatkan bumi.
Tapi.. tidakkah kamu mempertimbangkan generasi masa depan? generasi setelah kita. Apa yang akan kita tinggalkan nantinya? Tumpukan sampah? saya rasa tidak.
Sisi gelap dunia fesyen

Kalau kamu berpikir saya cuman hiperbola. Faktanya tidak demikian. Karena memang sistem fesyen cepat mendorong kita untuk lebih konsumtif terhadap pakaian.
Ditambah lagi dengan produk-produk yang bikin kita FOMO. Dengan segera kita akan membelinya tanpa pikir panjang.
Tanpa perlu pertimbangan apakah ada pakaian yang bisa digantikan dalam lemari kita saat ini. Atau hanya membuat penuh sesak lemari kita.
Asal kamu tahu, kalau hanya 12% bahan yang digunakan untuk membuat pakaian bisa di daur ulang.
Ini artinya, permasalahan sampah pakaian tidak bisa diatasi dengan segera jika kita tidak mengganti bahan bakunya.
Jika terus begini, maka efek rumah kaca akan terus meningkat. Padahal pada tahun 2017 Ellen MacArthur Foundation mengatakan bahwa industri tekstil menghasilkan emisi gas rumah kaca hingga 1,2 milliar ton per tahun.
Apakah kamu berpikir bahwa fakta-fakta sisi gelap dunia fesyen sudah berakhir? Tentu tidak.
Data dari UN Alliance for Sustainable Fashion menyebut industri fesyen membutuhkan sekitar 215 triliun liter air per tahun.
Ini artinya, terdapat pencemaran air akibat pasca produksi dari produk fesyen.
Padahal, air merupakan sumber kehidupan mahluk hidup.
Bahkan, hasil studi dari Archive Fur Kriminologie menyatakan bahwa manusia bisa bertahan hidup tanpa minum selama 8 hari, lebih dari itu maka manusia akan meninggal.
Rp 99K = kerusakan lingkungan

Semua ini bermula dari tren fast fashion pada tahun 1960-an. Diawali dari enggannya generasi muda untuk mengikuti gaya berpakaian generasi tua.
Sehingga memicu produsen pakain berlomba-lomba untuk menciptakan produk fesyen yang selaras dengan tren yang berlaku.
Bagi Sebagian orang yang memiliki milyaran
harta, mungkin tidak masalah. Namun, bagi mereka yang masih terjerat kemiskinan
tapi ingin selalu mengikuti tren bagaimana?
Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh sebagaian
produsen untuk menciptakan produk fesyen dengan harga yang masih bisa dijangkau
oleh mereka yang berada di garis kemiskinan.
Sehingga, para produsen berlomba-lomba menciptakan
produk dengan harga semurah mungkin, tanpa peduli dampak yang ditimbulkan.
Harga murah yang kita dapatkan dari sebuah
celana jeans, harus dibayar mahal dengan kondisi dan pencemaran lingkungan yang
ditimbulkan.
Tak hanya dampak lingkungan yang ditimbulkan. Produsen pakaian juga berlomba-lomba mendirikan pabrik di negara berkembang guna memotong ongkos produksi.
Hal tersebut bisa terjadi karena pemangkasan upah pekerja.
Lantas bagaimana cara menjaga lingkungan tapi tetap keren?

Saya paham, setelah membaca paragraf diatas,
kamu pasti bertanya-tanya bagaimana caranya menjaga lingkungan tetapi tetap fashionable.
Kamu bisa menerapkan konsep SUSTAINABLE
FASHION. Jika diartikan kedalam bahasa Indonesia menjadi fesyen yang
berkelanjutan.
Sustainable fashion memiliki 3 pillar utama, yaitu: lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Aspek lingkungan harus benar-benar
diperhatikan, karena konsep ini muncul guna menyelamatkan hidup orang banyak.
Mulai dari perencanaan hingga siap pakai,
produk fesyen yang dihasilkan tidak beresiko terhadap lingkungan. Sehingga
lingkungan kita bisa terjaga.
Kemudian, aspek sosial. Aspek ini berkaitan
erat pada kesejahteraan dan kesetaraan manusia.
Sederhananya adalah elemen yang terlibat dalam industri fashion harus terjamin kesejahteraannya.
Karena masih banyak ditemui upah buruh dalam industry fashion tidak sebanding dari pendapatan yang dihasilkan.
Masih banyak buruh yang dibayar murah. Sehingga tingkat kehidupannya
jauh dari kata layak.
Terakhir adalah aspek ekonomi. Industry fashion
yang mengusung konsep suistainable fashion diharapkan mampu menumbuhkan
perekonomian dengan meninggalkan dampak negatif pada lingkungan.
Ketiga aspek tersebut merupakan pillar
utama dalam konsep ini, namun masih bisa diperluas lagi dengan penambahan dua
aspek, estetika dan kultural.
Artinya, desain fesyen yang dihasilkan
harus selalu terlihat menarik dan tak lekang oleh waktu (timeless). Sementara
aspek kultural berkaitan dengan budaya dan etika yang menempatkan pekerja dan
sumber daya secara layak.
Jika kamu merasa belum banyak brand fesyen
yang menerapkan konsep fesyen berkelanjutan, kamu salah besar.
Karena sudah cukup banyak brand yang menerapkannya,
antara lain: Kana Goods, Imaji Studio, Sejauh Mata Memandang, Sukkha Citta,
Pijakbumi, Lanivatti, Canaan Studio, Biasa, Cinta Bumi Artisans, Seratus Kapas,
Hlaii, dan Osem.
Manfaat dari sustainable fashion

Sudah tentu penerapan konsep fesyen berkelanjutan
akan mengurangi dampak buruk bagi lingkungan dan alam.
Alasannya sangat sederhana, segala hal yang
dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah produk fesyen, seperti celana, baju, dan
yang lainnya harus ramah lingkungan.
Ini artinya, pemilihan bahan, proses
produksi, dan kualitas produk akan sangat dijaga. Sehingga kita nantinya
sebagai konsumen tidak kecewa.
Salah satu contohnya adalah penggunaan air,
tanah, dan bahan kimia harus diminimalkan sebesar mungkin agar tidak
menimbulkan pencemaran.
Ditambah lagi jika bahan baku yang
digunakan berasal dari alam, maka harus diperhatikan ketersediaannya di alam,
agar tidak mengganggu ekosistem yang sudah terbentuk.
Jika dilihat dari proses produksinya,
produk fesyen yang menggunakan konsep sustainable fashion akan memiliki
harga yang jauh lebih tinggi, ketimbang produk fesyen konvensional.
Meskipun demikian, kamu tidak perlu
khawatir. Karena kamu akan mendapatkan kualitas produk fesyen yang baik, dan
tak lekang oleh waktu.
Tak hanya itu, kamu juga turut membantu
meningkatkan taraf hidup para pekerja yang menggantungkan hidupnya dalam industri
fesyen ini.
Kamu juga bisa belajar lebih banyak tentang sustainable fashion di Laruna Indonesia Fashion Forum.
Beberapa contoh produk fesyen dengan konsep sustainable fashion
5. Lanivatti
Menyelamatkan lingkungan hanya dengan merubah pola pikir

Sejatinya, ini semua adalah persoalan pola pikir
dan gaya hidup. Jika kita terus mengikuti tren fast fashion mungkin kita
akan dipuji oleh banyak orang karena selalu tampil terkini.
Namun disisi lain kita sedang menggali
kuburan massal bagi anak dan cucu kita.
Semakin kita mempertahankannya, semakin
tinggi emisi karbon yang ditimbulkan dan berdampak pada kesehatan kita
nantinya.
Penyakit asma dan bronkitis adalah contoh
kecil dari dampak yang ditimbulkan akibat kita terus mengikuti tren fast fashion.
Toh tidak ada ruginya, jika kita tidak
mengikuti tren fast fashion.
Membeli produk fesyen terkini juga
tidak membuat kita hidup lebih lama.
Membeli produk fesyen terkini juga tidak membuat kita menjadi lebih suci.
Membeli produk fesyen terkini juga tidak membuat kita menjadi lebih pintar.
Saya rasa, lebih baik meningkatkan value
dan inner beuty kita, ketimbang mengejar kejayaan yang hanya bersifat semu.
0 Komentar
Bagaimana petualangannya?